Jumat, 23 November 2012
BUKU DAN LATIHAN BERWIRAUSAHA
02.02
2 comments
Aku
beruntung dibesarkan dalam lingkungan orang-orang yang melek baca. Meskipun
bukan berasal dari kalangan berada dan harus banyak berhemat agar bisa
membesarkan aku dan tiga saudara kandungku, namun bapak dan ibu tidak pernah
pelit mengeluarkan uang untuk urusan buku. Prinsipnya, jika untuk membeli buku
orangtuaku tidak pernah berpikir dua kali untuk mengiyakan. Hasilnya, ketika
kecil koleksi bukuku lebih banyak daripada koleksi mainan.
Seiring
berjalannya waktu, jenis buku yang aku baca semakin beragam. Tidak hanya komik
maupun kumpulan cerpen, aku juga mulai suka membaca novel, buku catatan
sejarah, sosial, biografi, dan masih banyak lagi. Sampai-sampai di rumahku ada
ruangan khusus untuk menyimpan buku walaupun isinya belum terlalu banyak.
Ketika
beranjak kuliah, aku jadi semakin sering membeli dan membaca buku. Maklumlah,
di kota besar seperti Yogyakarta toku buku berjibun dengan koleksi yang sangat
lengkap. Hal yang tidak bisa aku temukan di daerah kelahiranku, Kebumen. Namun
lama-kelamaan aku merasa sayang jika buku-buku yang aku beli hanya bisa aku
nikmati sendiri. Aku berpikir membuka sebuah usaha penyewaan buku di Kebumen
supaya orang lain juga bisa membaca tanpa harus memiliki bukunya. Kebetulan
juga disana belum ada usaha yang bergerak dalam bidang penyewaan buku.
Akhirnya
pada 5 Agustus 2011, bersama lima orang teman SMA, tempat penyewaan buku
bernama Istana Buku Kebumen (IBK) dibuka. Kami harus mengontrak sebuah ruko di
pusat kota supaya tempat penyewaan buku ini mudah dijangkau. Kami juga mencari seorang
karyawan untuk menjaga tempat tersebut karena kami berenam sama-sama kuliah di
luar Kebumen.
Ketika
membuka usaha ini, kami tidak memasang target yang muluk-muluk. Ini kami
jadikan sebagai latihan berwirausaha. Jika pendapatan yang diterima bisa
menutupi biaya operasional saja kami sudah senang. Keuntungan yang diperoleh
pun akan kami gunakan untuk membeli buku lagi.
Sayangnya,
IBK hanya bisa bertahan selama setahun. Ketika kontrak ruko habis, IBK juga
berhenti beroperasi. Memang pendapatan yang diraih tidak bisa menutupi
biaya-biaya yang telah dikeluarkan, namun bukan itu masalah utamanya. Dalam
perhitungan kami usaha ini baru bisa balik modal setelah 2 tahun berjalan.
Banyaknya buku yang hilang maupun tidak dikembalikan menjadi alasan utama.
Aku
sempat kesal karena buku yang susah payah aku kumpulkan banyak yang tidak
kembali. Ada beberapa oknum yang sengaja memanfaatkan kelonggaran syarat
peminjaman dengan memberikan identitas palsu. Alhasil ketika dicek ke alamat
yang bersangkutan ternyata peminjam yang aku cari tidak ketemu. Aku merasa
sangat kehilangan karena setiap buku punya cerita tersendiri. Seperti buku
dwilogi Terang Bulan dan Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata yang aku beli
dengan tabunganku. Juga buku bertandatangan Raditya Dika milik kakak
perempuanku yang sangat berharga, dan masih banyak lagi. Sekarang buku-buku itu
entah berada di tangan siapa.
Beberapa
hari setelah tutup, mulai banyak yang menanyakan kenapa IBK tidak buka lagi.
Ada juga yang bertanya, “Kak, IBK cuma tutup sementara kan? Kalau sudah buka
lagi tolong kabari saya.” Pertanyaan-pertanyaan dari para pelanggan itulah yang
membuatku berpikir ulang dan menyadari jika aku terlalu cepat mengambil
keputusan untuk menutup IBK. Aku hanya diliputi perasaan kesal karena ulah
beberapa orang yang tidak tidak bertanggungjawab. Aku malah melupakan bahwa
masih banyak orang yang membutuhkan IBK. Aku melupakan wajah-wajah senang dan
puas dari para pelanggan karena menemukan buku yang mereka ingin baca.
Dari
bisnis penyewaan buku tersebut aku benar-benar belajar banyak hal. Suatu saat
nanti aku ingin membuka kembali IBK, tentu dengan konsep yang lebih matang
supaya makin banyak orang di Kebumen yang gemar membaca buku.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Popular Posts
-
Kali ini saya ingin menulis hal yang menjadi kegundahan saya dalam beberapa hari ini. Tulisan ini bukan tulisan ilmiah karena saya tidak m...
-
Biasanya saya getol menyalah-nyalahkan pemerintah, tapi khusus untuk tulisan ini, saya ingin kita sadar bahwa sebenarnya juga kita sam...
-
Gak kerasa bentar lagi udah Agustus. Jadi inget lagi masa-masa SMA gue. Apalagi bulan Agustus juga bulan yang spesial buat almamater sekolah...
-
Akhir-akhir ini saya terusik dengan kata “oknum”. Maklumlah, saya tidak tahu apa arti kata ini, tapi setiap ada sebuah kejahatan, kekelirua...
-
Sebelum bercerita, gua mau jelasin judul diatas. MU itu bukan singkatan Muntah Ulet (hoek!), Makan Ulet, maupun Minum Ulet (kok bikin contoh...
-
Aku beruntung dibesarkan dalam lingkungan orang-orang yang melek baca. Meskipun bukan berasal dari kalangan berada dan harus banyak berhem...
-
Brrrr... (bukan bermaksud iklan minuman bersoda lho) Pagi ini dingin banget. Dinginnya bukan hanya menusuk tulang sum-sum, tapi juga tulang ...
-
Sebagai anak muda, wajar donk kalo kita pengen punya hubungan lebih ama lawan jenis. Begitu juga gue, walaupun gue gak tau apa yang mesti di...
-
Oleh Dimas Adiputra Asli 100% bukan plagiat Membela sebuah tim nasional merupakan pencapaian tertinggi dalam karier seorang pesepakbola. Ada...
-
Ini tulisan saya di Rubrik OPOSAN Tabloid Bola, 13 September 2012 Sejak keluarnya Permendagri nomor 22 tahun 2011 yang melarang peng...







pernah diceritain ode ttg penyewaan buku, punya kamu toh? Haha
BalasHapusAku juga suka baca, tapi lebih sering baca2 novel2 fiksi sih~
:D
hahaha iya, sama anto juga tapi aku yang ngurusi dan yang tanggungjawab...
BalasHapusada banyak tuh novel, pada di rumah sekarang ahahaha