Kamis, 10 Januari 2013
BELAJAR DARI PAHLAWAN
20.14
No comments
Baru
saja saya menemukan sebuah buku menarik, Sejarah Kecil (Petite Historie) jilid
5 namanya. Sebelum membaca jilid yang ke 5 ini, saya sudah lebih dulu membaca
seri nomor 1 hingga ke 4. Dari buku itu pula saya mendapat banyak pengetahuan
baru, terutama tentang sejarah yang berserakan di negeri ini yang terkadang
luput dari catatan mayor. Dari buku ini pula saya banyak menemukan nilai-nilai
yang diucapkan para tokoh besar di negeri ini.
Satu
hal kecil yang saya peroleh dari buku Sejarah Kecil adalah sosok Rosihan Anwar.
Sebelum membaca buku ini, saya sama sekali tidak kenal siapa beliau. Sosoknya
baru pertama kali ini saya dengar. Namun ternyata beliau merupakan sosok besar
di bidang sejarah dan pers Indonesia. Padahal berbicara masalah pers, selama
ini saya hanya mengenal Raden Mas Tirto Adhisoerjo. Itu pun saya mengenalnya
setelah membaca tetralogi Buru karya Pramoedya Ananta Toer.
Gambar 1. Rosihan Anwar
http://adibsusilasiraj.blogspot.com/2011/04/rosihan-anwar-wartawan-kebetulan.html
Rosihan
Anwar menurut saya ada sejarawan Indonesia yang besar di dunia pers. Entah
bagaimana orang lain mengenalnya, apakah mengenal Rosihan sebagai seorang
sejarawan ataukah mengenalnya sebagai seorang insan pers. Yang saya kagumi dari
berliau adalah daya ingatnya dan juga pergaulannya yang begitu luas dengan para
panggede negeri ini. Beliau bisa menulis buku sejarah kecil dengan berpedoman
pada ingatannya, sehingga penggunaan buku-buku referensi bisa dikatakan
tidaklah banyak.
Selain
itu pergaulannya juga sangat luas. Hal itu terlihat dari bagaimana beliau
menulis kisah tentang tokoh-tokoh besar Indonesia. Rosihan tidak menulis
seperti informasi yang tertulis pada buku-buku, namun beliau menulis
berdasarkan perkenalan pribadinya dengan tokoh itu. itulah yang membedakan buku
Sejarah Kecil yang ditulisnya berbeda dengan buku-buku sejarah yang lain.
Siapa
sangka beliau kenal dengan para tokoh besar di negeri ini. Bukan saja kenal
dengan tokoh politik seperti Soekarno, Hatta, dan Sjahrir, namun juga
tokoh-tokoh di bidang lain seperti tokoh pendidikan, tokoh film, dan
sebagainya. Menurut saya, sekalipun dia seorang jurnalis, namun jika tidak
diimbangi dengan sikapnya yang menyenangkan dan kharismanya, pastilah pergaulannya
tidak seluas ini.
Nah
pada tulisan kali ini, saya ingin berbagi tentang nilai-nilai yang bisa kita
petik dari kehidupan para bapak pendiri bangsa ini. Saya baru menyelesaikan
membaca tulisan tentang kisah Bung Karno dan Bung Hatta saja,namun dari dua
tokoh itu saya menemukan beberapa fakta menarik. Lebih menarik lagi karena
nilai-nilai ini sudah semakin ditinggalkan oleh para penerusnya.
Gambar 2: Buku Sejarah Kecil (Petite Historie) Jilid 5
http://www.eurekabookhouse.com/sejarah-kecil-petite-histoire-indonesia-jilid-pelopor-p-67647.
Pertama,
saya ingin bercerita tentang bagaimana Bung Karno sangat mengagungkan bahasa
Indonesia. Beliau menjadikan bahasa ini sebagai alat pemersatu di tengah
beragamnya identitas masyarakat Indonesia. Saya ketik ulang saja tulisan
Rosihan Anwar tentang Bung Karno ini:
“Soekarno
adalah the great nation builder, pembina agung suatu bangsa. Indonesia meliputi
kurang lebih 11000 pulau besar dan kecil, memiliki dua ratusan etnik dan
bahasa, mencakup wilayah yang luas, berpenduduk 200 juta jiwa pada tahun 2000.
Alat untuk mempersatukan rakyat dan pluralis dan beragam itu adalah bahasa
Indonesia yang dikembangkan dari bahasa Melayu yang secara historis telah lama
merupakan lingua franca, bahasa persatuan.
Soekarno
sebagai orator dan jago pidato mempergunakan bahasa Indonesia untuk menggembleng
bangsa Indonesia. Nasionalisme yang jadi perekat bangsa disebarkannya dalam
bahasa Indonesia, secara tertulisa dalam media, secara lisan di rapat-rapat
umum. Tidak terlalu salah jika ada penganalisis Barat yang mengatakan Soekarno
telah menempa suat bangsa dengan bermodalkan bahasa. Tiada pemimpin politik
lain di dunia yang berbuat demikian. Soekarno adalah unik dalam hal ini. Dengan
bantuan alat bahasa, ia menjelma sebagai nation builder yang berhasil. Oleh
karena itu janganlah mengabaikan penggunaan bahasa Indonesia, baik dalam
lingkungan publik maupun private, demi menjamin kelestarian bangsa dan negara
Indonesia.”
Kalimat
diatas seharusnya membuat kita sadar betapa pentingnya bahasa Indonesia.
Sayangnya di negeri ini bahasa pemersatu itu sudah mulai diletakkan sebagai
bahasa sekunder. Jamak kita lihat bagaimana orang-orang bangga berbicara bahasa
Inggris ketika mengobrol. Padahal yang diajak ngobrol adalah putra putri bangsa
sendiri dan di tanah air sendiri. Kita juga begitu senang jika gaya bahasa kita
sok Inggris-inggrisan.
Tidak
hanya dalam pergaulan, tapi juga dalam dunia pendidikan. Kurikulum kita ini
begitu mengagung-agungkan bahasa asing. Apalagi dengan sistem sekolah
diskriminatif berbentuk RSBI/SBI. Untunglah sistem tersebut sekarang harus
angkat kaki dari negeri ini.
Nah,
mari kembali bangga berbahasa Indonesia!
Kisah
kedua, saya ingin bercerita ulang dari kisah dalam buku tersebut tentang
indahnya kolaborasi diantara tiga pendiri bangsa ini: Soekarno, Hatta, dan
Sjahrir. Dalam bukunya, Rosihan bercerita bahwa ketiga tokoh itu memang
bersama-sama membangun bangsa, namun diluar itu mereka ternyata sering saling
melontarkan kritik. Hatta misalnya, pernah mengkritik Bung Karno yang sedang
penjara di Sukamiskin pada tahun 1931. Beliau melontarkan kritik karena
Soekarno dianggapnya lemah terhadap pemerintah kolonialisme, gara-garanya Bung
Karno berkata akan mengehentikan aktivitas politiknya apabila dibebaskan dari
hukuman penjara.
Bung
Karno tak kalah mengkiritik Bung Hatta. Pada akhir tahun 1920-an, tersiar kabar
yang menyatakan bahwa Mohammad Hatta akan dinominasikan menjadi anggota
parlemen di Belanda (Tweede Kamer). Bung Karno lantas menyebut Hatta lupa
dengan tujuan perjuangan mereka.
Meskipun
saling kritik, namun ketika momentum untuk merdeka datang mereka langsung bisa
bersatu. Mereka singkirkan ego masing-masing demi tujuan yang lebih besar,
yaitu NKRI! Mereka tidak canggung saling bekerja sama ketika Belanda kalah
dalam perang, kemudian bersatu padu mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.
Bukan
saja pada saat kemerdekaan, setelah merdeka pun tokoh-tokoh ini terus saling
berseberangan. Bung Hatta akhirnya mengundurkan diri dari jabatan wakil
presiden. Kemudian beliau menulis buku “Demokrasi Kita” yang menguraikan
perbedaan paham dengan Soekarno. Buku kecil itu lalu dilarang terbit. Kendati demikian
kedua orang itu tetap berbicara satu sama lain.
Begitu
juga antara Soekarno dengan Sutan Sjahrir. Ketika perdana menteri pertama
Indonesia ini dan juga tokoh-tokoh Partai Sosialis Indonesia (PSI) dijebloskan
dalam penjara pada tahun 1962 karena diangga membahayakan kedudukan Soekarno,
Sjahrir tetap menganjurkan kepada orang-orang PSI supaya membantu Presiden
Soekarno apabila diminta.
Begitulah
kode perilaku para pemimpin kita terdahulu. Mereka memang memiliki prisip
masing-masing, yang kadang saling berseberangan. Namun egoisme dapat mereka
redam untuk sesuatu yang lebih besar. Mereka memang sering berbeda pendapat,
namun ketika sudah menyangkut Indonesia, mereka bisa saling bersatu padu. Itulah
sifat-sifat yang perlu kita contoh dan kita teladani.
Cerita
terakhir, daya ingin menulis ulang tentang bagaimana kebersahajaan Bung Hatta. Beliau
memberikan contoh yang sangat baik bagaimana kita menghindari praktek-praktek
KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme). Cerita ini sangat sederhana, namun besar
maknanya bagi pelajaran kita semua. Saya kutipkan ulang tulisan Rosihan Anwar
di halaman 79.
“Awal
tahun 1950-an, uang kertas Indoensia mengalami pengguntingan. Nilainya dipotong
separo. Ny Rahmi, istri Bung Hatta waktu itu sedang menabung karena ingin
membeli sebuah mesin jahit. Dia kecewa karena pengguntingan uang itu. dia
mengeluh kepada suaminya kenapa tidak bilang terlebih dahulu bahwa akan
diadakan pemotongan uang?
“Hatta
menjawab, “Yuke (pangglilan Ny Rahmi), seandainya Kak Hatta mengatakan terlebih
dahulu kepadamu, nanti pasti hal itu akan disampaikan kepada ibumu. Lalu kalian
berdua akan mempersiapkan diri dan mungkin akan memberi tahu kawan-kawan dekat
kalian. Itu tidak baik. Kepentingan negara tidak ada hubungan sangkut pautnya
dengan usaha memupuk kepentingan keluarga, rahasia negara adalah tetap rahasia.
Sesungguhnya saya bisa pecaya kepadamu, tetapi rahasia ini tidak patut
dibocorkan kepada siapapun. Biarlah kita rugi sedikit demi kepentingan seluruh
negara. Kita coba menabung lagi ya.”
Bukankah
sangat menarik nilai yang diajarkan Bung Hatta tersebut? jika kita berada di
posisi Bung Hatta, bisakah kita menyimpan rapat-rapat sebuah rahasia? Kita pasti
tidak mau rugi, kita pasti akan justru berusaha mengambil keuntungan dengan
adanya keputusan seperti itu seperti membelanjakan uang saat itu juga sebelum
nilai rupiah dipotong, atau mengabarkan kepada orang-orang terdekat kita supaya
segera mempersiapkan diri. Bukankah seperti itu sikap para pejabat dan juga
kita dewasa ini?
Sepertinya
para pejabat di negeri ini dan juga kita perlu membaca ulang sejarah. Begitu banyak
nilai-nilai yang bisa ketik di dalamnya. Sayangnya sejarah hanya dijadikan ilmu
sambil lalu, keberadaannya tidak terlalu penting, dan dianggap membuat
orang-orang sulit berpikir ke depan. Menurut saya justru sebaliknya, bukankah
dengan menengok ke belakang, kita jadi tahu apa yang benar dan yang salah untuk
kehidupan di masa datang?
Terima
kasih Pak Rosihan atas pengetahuan yang beliau bagikan.
Langganan:
Komentar (Atom)
Popular Posts
-
Kali ini saya ingin menulis hal yang menjadi kegundahan saya dalam beberapa hari ini. Tulisan ini bukan tulisan ilmiah karena saya tidak m...
-
Biasanya saya getol menyalah-nyalahkan pemerintah, tapi khusus untuk tulisan ini, saya ingin kita sadar bahwa sebenarnya juga kita sam...
-
Gak kerasa bentar lagi udah Agustus. Jadi inget lagi masa-masa SMA gue. Apalagi bulan Agustus juga bulan yang spesial buat almamater sekolah...
-
Akhir-akhir ini saya terusik dengan kata “oknum”. Maklumlah, saya tidak tahu apa arti kata ini, tapi setiap ada sebuah kejahatan, kekelirua...
-
Sebelum bercerita, gua mau jelasin judul diatas. MU itu bukan singkatan Muntah Ulet (hoek!), Makan Ulet, maupun Minum Ulet (kok bikin contoh...
-
Aku beruntung dibesarkan dalam lingkungan orang-orang yang melek baca. Meskipun bukan berasal dari kalangan berada dan harus banyak berhem...
-
Brrrr... (bukan bermaksud iklan minuman bersoda lho) Pagi ini dingin banget. Dinginnya bukan hanya menusuk tulang sum-sum, tapi juga tulang ...
-
Sebagai anak muda, wajar donk kalo kita pengen punya hubungan lebih ama lawan jenis. Begitu juga gue, walaupun gue gak tau apa yang mesti di...
-
Oleh Dimas Adiputra Asli 100% bukan plagiat Membela sebuah tim nasional merupakan pencapaian tertinggi dalam karier seorang pesepakbola. Ada...
-
Ini tulisan saya di Rubrik OPOSAN Tabloid Bola, 13 September 2012 Sejak keluarnya Permendagri nomor 22 tahun 2011 yang melarang peng...







